Candi Ratu boko sangat menarik untuk dinikmati pada sore hari, kala senja menampakkan keelokan panorama di sekitar candi. Pengunjung candi juga bisa menikmati air suci dari sumur Amerta Mantana yang terletak di sebelah tenggara candi pembakaran. Masyarakat setempat percaya bahwa air sumur tersebut membawa berkah. Sedangkan umat Hindu menggunakannya untuk Upacara Tawur Agung sehari sebelum Hari Nyepi guna memurnikan diri kembali serta mengembalikan bumi dan isinya pada harmoni awalnya.
Letak Keraton Ratu Boko berada di bukit Boko di atas ketinggian 196 MDPL dengan luas 16 hektar pada koordinat 7.771°LS 110.491°BT terletak pada dua tempat yaitu di dusun Samberwatu (Desa Sambirejo) dan dusun Dawung (Desa Bokoharjo) kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Lokasi Istana Ratu Boko terletak 3 (tiga) kilometer ke selatan dari candi Prambanan dan dapat dicapai melalui jalan raya Jogjakarta-Solo pada kilo meter 17.
Ratu Boko merupakan situs pemukiman purbakala terbesar yang dikenal oleh orang Jawa modern dengan Istana atau Keraton Ratu Boko yang corak bangunannya bergaya arsitektural Candi Hindu dan Budha yang merupakan kompleks tempat tinggal dengan benteng yang melindunginya. Keraton Ratu Boko awalnya bernama Abhayagiri Vihara yang berarti biara di bukit penuh kedamaian yang dimaksudkan untuk tempat menyepi dan memfokuskan diri pada kehidupan spiritual. Menurut ahli sejarah Ratu Boko memiliki multi fungsi yang terdiri dari benteng keraton dan gua yang bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah namun juga sebagai benteng pertahanan. Candi atau Keraton Ratu Boko tampak unik dan berbeda dengan candi-candi lainnya sebab tidak banyak memiliki ornamen seperti arca dan relief dimana hanya satu arca saja pada gardu pandang di atas bukit dan beberapa relief saja yang menghiasi bagian bawah candi. Keraton Ratu Boko dibangun di masa pemerintahan Rakai Panangkaran sekitar abad ke-8 dan terselesaikan sekitar abad ke-9 pada masa Wangsa Syailendra yang memeluk agama Budha dan diambil alih Kerajaan Mataram Kuno yang memeluk agama Hindu.
Situs Ratu Boko memiliki banyak artefak yang lebih kecil termasuk arca-arca baik dari aliran Agama Hindu yaitu Patung Bathara Durga, Ganesha, Garuda, Lingga dan Yoni maupun dari Agama Budha yaitu tiga Dhyani Buddha yang belum terselesaikan. Penemuan lainnya termasuk keramik dan prasasti berupa sebuah lempengan emas yang bertuliskan “Aum Rudra Ya Namah Swaha” sebagai bentuk pemujaan terhadap Rudra yang merupakan nama lain dari “Shiva”. Adanya peninggalan ini merupakan bukti adanya toleransi atau sinkretisme antara agama Hindu dan Budha yang hidup berdampingan.
Konon Keraton Ratu Boko sempat dijadikan benteng pertahanan oleh Rakai Kayuwangi putra bungsu Rakai Pikatan dari serbuan Rakai Walaing Pu Kumbayoni dari Trah Wangsa Sanjaya yang mengakibatkan beberapa bagian Candi Boko rusak. Situs Ratu Boko kali pertama dilaporkan oleh Van Boeckholzt pada tahun 1790, yang menyatakan terdapat reruntuhan kepurbakalaan di atas bukit Boko, berupa bangunan yang terbagi menjadi empat bagian, yaitu: bagian Tengah, Bagian Barat, Bagian Tenggara, dan Bagian Timur. Bagian Tengah terdiri dari bangunan Gapura Utama, Candi pembakaran, Kolam, Alun-alun, dan Paseban. Di bagian tenggara terdiri atas Pendopo, Balai-Balai, 3 (tiga) candi, kolam, dan Keputren. Di bagian timur ditemukan Gua Wadon, Gua Lanang, kompleks gua lainnya, Kolam dan Stupa Budha. Sedangkan bagian barat merupakan perbukitan. Dan pada abad ke-17, bangunan utama Situs Ratu Boko juga ditemukan kembali oleh arkeolog Belanda, HJ De Graaf. Dan Setelah Seratus tahun baru dilakukan penelitian yang dipimpin oleh FDK Bosch—dilaporkan dalam Keraton van Ratoe Boko berisi kesimpulan bahwa reruntuhan itu merupakan sisa-sisa keraton. Pemugaran Keraton Ratu Boko dimulai sejak masa penjajahan Belanda tahun 1938 dan dilanjutkan pemerintah Indonesia sejak tahun 1952.
Konon Keraton Ratu Boko sempat dijadikan benteng pertahanan oleh Rakai Kayuwangi putra bungsu Rakai Pikatan dari serbuan Rakai Walaing Pu Kumbayoni dari Trah Wangsa Sanjaya yang mengakibatkan beberapa bagian Candi Boko rusak. Situs Ratu Boko kali pertama dilaporkan oleh Van Boeckholzt pada tahun 1790, yang menyatakan terdapat reruntuhan kepurbakalaan di atas bukit Boko, berupa bangunan yang terbagi menjadi empat bagian, yaitu: bagian Tengah, Bagian Barat, Bagian Tenggara, dan Bagian Timur. Bagian Tengah terdiri dari bangunan Gapura Utama, Candi pembakaran, Kolam, Alun-alun, dan Paseban. Di bagian tenggara terdiri atas Pendopo, Balai-Balai, 3 (tiga) candi, kolam, dan Keputren. Di bagian timur ditemukan Gua Wadon, Gua Lanang, kompleks gua lainnya, Kolam dan Stupa Budha. Sedangkan bagian barat merupakan perbukitan. Dan pada abad ke-17, bangunan utama Situs Ratu Boko juga ditemukan kembali oleh arkeolog Belanda, HJ De Graaf. Dan Setelah Seratus tahun baru dilakukan penelitian yang dipimpin oleh FDK Bosch—dilaporkan dalam Keraton van Ratoe Boko berisi kesimpulan bahwa reruntuhan itu merupakan sisa-sisa keraton. Pemugaran Keraton Ratu Boko dimulai sejak masa penjajahan Belanda tahun 1938 dan dilanjutkan pemerintah Indonesia sejak tahun 1952.
Situs Ratu Boko erat kaitannya dengan Arca “Durga” di Candi Prambanan yang dikenal sebagai Loro Jonggrang di kompleks candi Sewu yang mana menurut cerita rakyat dalam legenda Loro Jonggrang bahwa Keraton Ratu Boko merupakan istana Ratu atau Raja Boko yang tidak lain adalah ayah dari Loro Jonggrang. Pangeran Bandung Bondowoso mencintai putri Loro Jonggrang, putri dari Ratu Boko yang menolak lamarannya, sebab Pangeran Bandung Bondowoso telah membunuh Ratu Boko dan menguasai kerajaannya.
Bandung Bondowoso tetap bersikeras untuk mewujudkan perkawinan tersebut dan akhirnya Loro Jonggrang terpaksa menerima namun memberikan persyaratan bahwa Bandung harus membuatkannya seribu Candi dalam satu malam. Bandung bermeditasi dan menyulap melalui bantuan makluk halus dan bangsa jin dari bumi. Mereka berhasil membangun 999 candi. Loro Jonggrang membangunkan dayang-dayang istana dan memerintahkan mereka untuk menumbuk padi yang membangunkan ayam-ayam yang mulai berkokok. Makhluk halus dan jin mendengar suara tanda pagi hari tersebut dan percaya bahwa matahari segera terbit dan mereka menghilang ke dalam tanah. Pangeran merasa dibodohi dan untuk membalasnya ia merubah Loro Jonggrang mencadi Arca.
Bandung Bondowoso tetap bersikeras untuk mewujudkan perkawinan tersebut dan akhirnya Loro Jonggrang terpaksa menerima namun memberikan persyaratan bahwa Bandung harus membuatkannya seribu Candi dalam satu malam. Bandung bermeditasi dan menyulap melalui bantuan makluk halus dan bangsa jin dari bumi. Mereka berhasil membangun 999 candi. Loro Jonggrang membangunkan dayang-dayang istana dan memerintahkan mereka untuk menumbuk padi yang membangunkan ayam-ayam yang mulai berkokok. Makhluk halus dan jin mendengar suara tanda pagi hari tersebut dan percaya bahwa matahari segera terbit dan mereka menghilang ke dalam tanah. Pangeran merasa dibodohi dan untuk membalasnya ia merubah Loro Jonggrang mencadi Arca.
Sebuah cerita yang kita tidak tahu benar dan salahnya, tapi akan sangat menyenangkan apabila Anda berkunjung ke Candi Ratu Boko untuk menyelami berbagai kisah yang beredar baik dari sejarah maupun cerita rakyatnya.
Peta Lokasi Candi Ratu Boko
Apabila Anda membutuhkan sebuah rental mobil atau rental motor atau paket wisata, Anda bisa menghubungi :
JOGJA EMPAT RODA
Jl. Palagan Tentara Pelajar Dus Waras No. 93c, Sleman, Yogyakarta
Telp. 0274 3042 220 / 0819 1555 0847 (WhatsApp) / 0812 2794 4404
PIN BB : 753697E3 / 28c3c58e
Email: jogja4roda@gmail.com / Twitter: @jogja4roda
Website : rentalmobiljogja.id / paketwisata.id / jogjaempatroda.com
Peta Lokasi Candi Ratu Boko
Apabila Anda membutuhkan sebuah rental mobil atau rental motor atau paket wisata, Anda bisa menghubungi :
Jl. Palagan Tentara Pelajar Dus Waras No. 93c, Sleman, Yogyakarta
Telp. 0274 3042 220 / 0819 1555 0847 (WhatsApp) / 0812 2794 4404
PIN BB : 753697E3 / 28c3c58e
Email: jogja4roda@gmail.com / Twitter: @jogja4roda
Website : rentalmobiljogja.id / paketwisata.id / jogjaempatroda.com
0 komentar:
Posting Komentar